A. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Terkait dengan
pendekatan pembelajaran matematika, pendekatan matematika realistik saat
ini sedang dikembangkan di Indonesia, yang selanjutnya dikenal dengan
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Pendekatan ini merupakan
adaptasi dari pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) yang
dikembangkan di Belanda oleh Freudenthal. PMRI merupakan pendekatan
pembelajaran yang menekankan aktivitas insani, dalam pembelajarannya digunakan
konteks yang sesuai dengan situasi di Indonesia. Dasar filosofi yang digunakan
dalam PMRI adalah kontruktivisme yaitu dalam memahami suatu konsep matematika
siswa membangun sendiri pemahaman dan pengertiannya. Karakteristik dari
pendekatan ini adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk
mengkonstruksi atau membangun pemahaman dan pengertiannya tentang konsep yang
baru dipelajarinya.
Menurut Zulkardi
(2000) PMRI adalah pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal
yang “real” bagi siswa, menekankan ketrampilan Abstrak dan Formalisasi Matematisasi
dan Refleksi Situasi Nyata Matematisasi dalam aplikasi “proses of doing
mathematics”, berdiskusi berkolaborasi berargumentasi dengan teman sekelas
sehinga dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika itu
untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok.
Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia mulai diujicobakan di Indonesia pada tahun 2002. Pada
awalnya terdapat empat Universitas yang terlibat dalam pengembangan PMRI, yaitu
UPI Bandung, UNY Yogyakarta, USD Yogyakarta dan UNESA Surabaya. Masing-masing
Universitas tersebut melakukan uji coba pada dua Sekolah Dasar (SD) dan satu
MIN (Madrasah Ibtidaiyah Negeri). Uji coba tersebut dilaksanakan mulai kelas
satu dan uji coba sudah sampai pada kelas 6. Untuk melengkapi proses
pembelajaran telah disusun perangkat pembelajaran yang terdiri dari Buku Guru,
Buku Siswa dan Lembar Aktifitas Siswa (LAS) yang disusun oleh TIM PMRI dari ke
empat Universitas tersebut.
B. Prinsip PMRI
Prinsip-prinsip PMRI adalah sebagai
berikut :
1. Guided reinvention and didactical phenomenology
Karena matematika dalam belajar RME
adalah sebagai aktivitas manusia maka guided reinvention dapat diartikan bahwa
siswa hendaknya dalam belajar matematika harus diberikan kesempatan untuk
mengalami sendiri proses yang sama saat matematika ditemukan. Prinsip ini dapat
diinspirasikan dengan menggunakan prosedur secara informal. Upaya ini akan
tercapai jika pengajaran yang dilakukan menggunakan situasi yang berupa
fenomena-fenomena yang mengandung konsep matematika dan nyata terhadap
kehidupan siswa.
2. Progressive mathematization
Situasi yang beriisikan fenomena yang
dijadikan bahan dan area aplikasi dalam pengajaran matematika haruslah
berangkat dari keadaan yang nyata terhadap siswa sebelum mencapai tingkat
matematika secara formal. Dalam hal ini dua macam matematisasi haruslah
dijadikan dasar untuk berangkat dari tingkat belajar matematika secara real ke
tingkat belajar matematika secara formal.
3. Self-developed models
Peran self-developed models merupakan
jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi konkrit atau dari informal
matematika ke formal matematika. Artinya siswa membuat model sendiri dalam
menyelesaikan masalah. Pertama adalah model suatu situasi yang dekat dengan
alam siswa. Dengan generalisasi dan formalisasi model tersebut akan menjadi
berubah menjadi model-of masalah tersebut. Model-of akan
bergeser menjadi model-formasalah yang sejenis. Pada akhirnya akan
menjadi model dalam formal matematika.
C. Karakteristik PMRI
Ada lima karakteristik PMRI (de Lange
dalam Zulkardi, 2005: 14), yaitu:
1. The use
of context (menggunakan masalah kontekstual)
Masalah kontekstual berfungsi untuk
memanfaatkan realitas sebagai sumber aplikasi matematika. Selain itu juga untuk
melatih kemampuan siswa khususnya dalam menerapkan matematika pada situasi
nyata.
2. The use
of models (menggunakan berbagai model)
Istilah model berkaitan dengan model
matematika yang merupakan jembatan bagi siswa jembatan bagi siswa dari situasi
informal ke formal.
3. Student
contributions (kontribusi siswa)
Menggunakan kontribusi siswa dimana
siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan strategi-strategi informal dalam
menyelesaikan masalah yang dapat mengarahkan mereka pada pengkontribusian
prosedur pemecahan, dengan bimbingan guru diharapkan siswa bisa menemukan.
4. Interactivity (interaktivitas)
Interaksi antara siswa dengan siswa,
siswa dengan guru serta siswa dengan perangkat pembelajaran juga harus ada
dalam pembelajaran. Bentuk-bentuk interaksi misalnya diskusi, penjelasan,
persetujuan, pertanyaan, dan sebagainya digunakan untuk mencapai bentuk
pengetahuan matematika formal dari bentuk-bentuk pengetahuan matematika
informal yang ditentukan sendiri oleh siswa.
5. Intertwining (keterkaitan)
Struktur dan konsep matematika saling
berkaitan, biasanya pembahasan suatu topik (unit pelajaran) harus dieksplorasi
untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran yang lebih bermakna.
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar